Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah besar ke jajaran kabinet hingga pejabat daerah karena kerajingan impor produk ‘sepele’ yang sebetulnya bisa diproduksi oleh wong cilik dalam negeri.
Jokowi merincikan seragam, sepatu tentara dan polisi, tempat tidur di rumah sakit, alat kesehatan, traktor, pensil, kertas, pulpen, bangku, kursi, hingga laptop masih diimpor.
Dalam meluapkan kejengkelannya, Jokowi bahkan sempat menyebut praktik impor merupakan wujud kebodohan pemerintah karena tak mendukung UMKM sendiri dan malah memberi pekerjaan kepada negara lain.
“Kita diam saja, tapi konsisten beli barang yang diproduksi pabrik-pabrik, industri-industri, UKM-UKM kita. Kok enggak kita lakukan? Bodoh sekali kita kalau tidak melakukan ini,” kata dia pada acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Jumat (25/3).
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai persoalan impor produk sepele tidak hanya terkait dengan harga dan kualitas saja. Tapi juga soal pejabat publik yang mencari ‘cuan’.
Menurut dia, praktik impor rajin dilakukan karena pejabat mencari untung dari selisih harga yang didapat jika mengimpor produk lebih murah dari luar negeri. Selain itu, mereka bisa mendapat komisi dari para importir.
Maka itu, ia tak heran masalah mengimpor produk sederhana masih jadi pembahasan.
“Mereka ini pejabat KL pada mencari untung di situ, selisihnya itu dan ada keuntungan bonus-bonus,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (29/3).
Soal persaingan harga, Trubus menilai UMKM Indonesia tak kalah-kalah amat dengan luar negeri. Kalau pun sedikit lebih mahal, ia menilai tak ada masalah karena toh anggaran masuk ke kantong UMKM yang pada ujungnya menggerakkan ekonomi dalam negeri dan mempekerjakan tenaga kerja sendiri.
Trubus percaya kualitas produk UMKM yang masuk ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pun sudah mumpuni karena sudah dikurasi yang sudah memiliki SNI.
“Mengenai kualitas saya rasa kualitas di Indonesia lebih baik karena apa gunanya SNI? Kan semua produk ada standarnya,” ujar dia.
Ia pun melihat aksi marah Jokowi hanya sebatas gimik saja karena persoalan merupakan lagu lama yang kembali diputar. Kalau pun membaik, ia memprediksi hanya untuk sementara saja karena masih hangat.
Untuk benar-benar bisa mengatasi masalah tersebut, ia menilai implementasi pengawasan harus ditegakkan. Lalu, harus ada penegakan hukum yang jelas bagi pejabat yang masih mengulangi.
“Ini kan berulang-ulang, hal yang akut. Itu harus diselesaikan dengan law enforcement yang tegas. Saya rasa itu hasil enggak akan optimal karena akhirnya semua hanya hangat-hangat tai ayam saja,” jelas Trubus.
Selain itu, ia melihat permasalahan mengakar pada ego sektoral antar kementerian dan lembaga yang tidak mau ada kementerian lain yang memiliki kinerja bagus sendiri.
Trubus pun mengkritik strategi marketing Kemenkop UKM yang masih lemah. “Jadi karena ego sektoral mencari keuntungan sendiri-sendiri, kalau semua ke UMKM seolah Kemenkop yang tinggi dan mereka enggak dapat keuntungan apa-apa,” kata Trubus.
Peneliti Indef Eisha Maghfiruha Rachbini membaca kemarahan Jokowi lantaran target pemenuhan barang dan jasa minimal 40 persen masih jauh dari harapan. Hal tersebut juga tak sejalan dengan kampanye Bangga Buatan Indonesia (BBI) yang digaungkan pemerintah.
Menurut penuturan Jokowi, realisasi pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri baru hanya Rp214 triliun per Jumat (25/3) pagi. Angka ini setara dengan 14 persen dari total anggaran yang sebesar Rp1.481 triliun.
Rinciannya, anggaran pusat sebesar Rp526 triliun, daerah Rp535 triliun, dan BUMN Rp420 triliun, sehingga totalnya mencapai Rp1.481 triliun.
Melihat itu, Eisha menilai kegeraman Jokowi dikarenakan potensi imbas pengadaan barang dan jasa ke perekonomian nasional menguap. Dari hitungan Kepala Negara anggaran pemerintah pusat dan daerah bisa memberikan dorongan ke ekonomi sampai 1,71 persen dan 0,4 persen dari BUMN.
Oleh karena itu, Eisha menilai program E-catalog UMKM harus segera dijalankan agar tak ada lagi alasan UMKM tak diikutsertakan dalam belanja raksasa pemerintah.
“Ada miss match. Kok sudah ada programnya, sudah ada LKPP, ada gerakan Bangga Buatan Indonesia tapi kok masih impor?” ujarnya.
[Gambas:Video CNN]
(wel/sfr)
Sumber Berita